Minggu, 31 Oktober 2010

Pendidikan Dasar (part II)

Seorang teman bercerita tentang anak temannya. Sewaktu kecil mereka tinggal di Australia. Menginjak taraf kelas 3 dia pindah ke Serang di sebuah SD Negeri ternama. Singkat cerita ia langsung masuk ke kelas yang tarafnya sama dengan kelas yang ditinggalkannya di Australia sana. Pada hari pertama masuk si anak dipersilakan memperkenalkan diri. Dengan lihai dan sangat percaya diri ia mulai memperkenalkan diri dan bercerita panjang lebar di depan kelas kepada teman-teman barunya, tentang segala hal selama hampir setengah jam. Tentu dengan pembawaan demikian teman-temannya menganggap ia pasti pintar. Tetapi pada saat memasuki pelajaran, teman2nya terheran-heran karena ternyata si anak baru belajar membaca. Wah.. Bagaimana mungkin. Tetapi memang demikian adanya. Dengan kemampuan seperti itu otomatis ia ketinggalan jauh dari teman2nya yang di kelas 3 SD sudah mempelajari seabrek mata pelajaran. Ujung2nya dia tidak naik kelas. Lalu ia bertanya pada ibunya mengapa ia tidak naik kelas? Ibunya menjawab bahwa memang pelajaran di Australia tidak sama dengan di Indonesia. Stress kah ia? Tidak, malah pada tahun kedua ia mulai menunjukkan kerja kerasnya bahwa ia mampu dan tidak ketinggalan dari teman2nya.

Senin, 25 Oktober 2010

Pendidikan Dasar

Saya sungguh prihatin dengan pendidikan terutama tingkat dasar di negeri ini. Hal ini didasari dengan apa yang selama ini saya amati sendiri terutama bagi anak2 didik yang masih berada di jenjang dasar alias SD. Memprihatinkan sekali karena beban yang harus dipikul seusia mereka sudah terlampau berat. Sekali lagi menurut saya. Padahal di usia mereka masih merupakan usia peralihan yang masih memerlukan stimulasi dari permainan.
Perhatikan saja bagaimana sekarang anak2 TK sudah harus dituntut untuk dapat membaca karena kalau tidak nantinya tidak akan diterima di SD yang notebene saat ini mewajibkan calon muridnya bisa membaca.