Senin, 30 September 2013

Relaksasi Ringan Untuk Punggung dan Bahu



Beberapa gerakan berikut ini adalah latihan sederhana untuk mengurangi ketegangan otot bahu dan punggung. Sakit punggung dapat terjadi pada siapa saja. Penyebab yang umum adalah posisi tubuh (terutama punggung, bahu, pinggang) yang sama dan sering.

Lakukan dengan santai dan tidak terburu-buru. Tiap bernafas, tarik nafas dari hidung dan hembuskan perlahan dari mulut. Dapat dilakukan sambil berdiri atau duduk, bahu dan punggung dalam posisi tegak.

1.       Tundukkan kepala, tahan dan hitung sampai 10 detik.
2.        Kepala menoleh ke kanan, tahan dan hitung sampai 10 detik. Ganti kepala menoleh ke kiri, tahan lagi sampai 10 detik.

Bangunan Unik di Semarang



Konon, Semarang adalah tempat persinggahan. Namun tak hanya sebagai tempat singgah, tapi layak dikunjungi, terutama tempat-tempat yang menarik berikut ini. Sayang kalau dilewatkan..

1.       Vihara Buddhagaya Watugong
Pagoda Avalokiteswara yang terletak di kompleks vihara Buddhagaya Watugong di Semarang ini memiliki ketinggian 45 meter. Bangunan pagoda bertingkat tujuh ini hampir semua konstruksi bangunannya menggunakan material beton. Latar belakangnya didominasi warna merah dengan hiasan patung-patung di tiap tingkatnya.
Lokasinya mudah ditemukan, kalau kita dari Semarang menuju Solo/Yogya/Magelang (lewat jalan tol lama) bangunan pagoda ini terlihat jelas di sebelah kiri jalan menuju Ungaran.
Pagoda Avalokitesvara
di sini hawanya sejuk

Dewi Kwan Im

Wajik



Kalo anda penggemar wajik, maka wajik yang ini agak sedikit berbeda, lebih gurih. Wajik adalah makanan tradisional yang terbuat dari beras ketan, dimasak dengan gula merah dan kelapa. Biasanya berbentuk kotak atau belah ketupat.

Tapi wajik yang ini, resep asli Ibu saya, gurih karena ada tambahan kelapa parutnya. Kalau berniat membuat, saya contekkan resepnya..

Bahan:
500 gram beras ketan, cuci, rendam semalamam.
½ butir kelapa parut
1/2 kelapa parut, dibuat menjadi 400 ml santan
200 gram gula merah, iris
1 sdt garam
2 lembar daun pandan

Jumat, 20 September 2013

Makan Untuk Hidup, Bukan Hidup Untuk Makan



Saya bukan penggemar bakso. Namun dulu ketika kelas tiga SMA, saya punya langganan bakso. Bakso ini, konon katanya masih kalah dahsyat dari pada bakso terenak di kota kami. Tapi tentu saya punya alasan tersendiri untuk selalu menunggu bakso kesayangan ini.

Masa kelas tiga SMA itu rasanya campur aduk bagi saya. Masa-masa menghadapi ujian, masa serius, masa yang dipenuhi penasaran akan dibawa kemana langkah kaki saya nanti. Luluskah saya? Berapa kira-kira NEMnya? Diterimakah saya di PT Negeri? Bisakah saya mendapat beasiswa? Dsb pokoknya campur aduk. Dampak dari perasaan tak menentu itu salah satunya membuat nafsu makan saya menurun. Sarapan tak selera, makan siang pun hanya sebatas menggugurkan kewajiban, apalagi makan malam. Akhirnya demi Ibu, saya selalu memakan telur yang selalu beliau rebuskan tiap pagi. Malamnya, jika tak mau makan, saya dibolehkan menunggu si tukang bakso. Pak Min namanya.

Pak Min ini, datangnya memang pas sekali. Ketika saya sudah bosan menghadapi soal-soal latihan, PR dan semacamnya. Angin malam yang dingin dari sawah di belakang rumah, ditambah suasana perumahan yang sepi, ditambah mata yang sudah penat. “Tik tok tik tok..” Ini dia yang membuat nafsu makan saya bangkit lagi. Beberapa potong tahu dan bakso dalam mangkok yang kecil itu harganya hanya Rp 200 saja, telah membuat semangat hidup saya kembali menggelora..