Kira-kira 16 tahun lalu sejak saya merantau di Banten, tepatnya
di Serang – Cilegon. Yang saya tuju pertama kali adalah Cilegon. Bersama
teman-teman senasib sepenanggungan, dimana kami ditempatkan bekerja, menjalani
ikatan dinas. Beberapa tahun kemudian.. Tepatnya tahun 1999, barulah saya pindah
ke Serang, hingga kini. Dalam kurun waktu itu, banyak sekali perubahan yang
saya rasakan di kota ini. Lingkungannya, pembangunan, orang-orangnya, lalu lintasnya,
dsb.
Ngomongin lalu lintas. Ada hal menarik tentang lalu lintas
di kota Serang. Saya mengenal seluk beluk jalanan di kota ini karena sering ‘tersesat’
naik angkot. Kok bisa? Iya, karena jurusan angkot di Serang yang unik, kalau
wong Jowo bilang, on demand. Sesuai
permintaan penumpang. Jadi kalau kita mau ke Kebonjahe misalnya, kita tunggu
angkot apa saja. Nanti angkotnya akan berhenti depan kita, “Kemana?” Kata
supirnya. Kalau kita bilang Kebonjahe, ya kita disuruh naik. Padahal penumpang
yang sudah ada di dalam angkot jurusannya macem-macem. Yang pasti, demi
mengantar penumpang sesuai tujuan masing-masing, jalur yang dilewati banyak. Saya
pikir, dulu saya yang salah jalan alias tersesat. Ternyata memang supirnya
seneng menyesatkan diri.