Kamis, 01 Mei 2014

JARBAN



Suasana ruang rapat sangat serius karena ada beberapa proyek yang hampir mendekati batas waktunya. Aku tengah bicara saat ponselku bergetar tanpa suara. Kulirik nomornya, dari Fatir anakku. Bila tak penting tak akan anak itu menelponku.


“Maaf sebentar ya Bapak-bapak,” izinku seraya menjauh keluar ruangan.
“Halo.. Assalamualaikum, “ salamku sedikit khawatir.
“Waalaikumsalam, Ayah ini Fatir.”
“Ya Fatir ada apa Nak? Fatir sehat kan? Kok suaranya lemes.”
“Justru itu Yah, Fatir sakit lagi jarbannya kambuh, sudah tiga hari Fatir nggak bisa apa- apa. Ayah kemari ya, segera ya Ayah!”
“Kambuh lagi, kok bisa? Fatir harusnya jaga kebersihan.”
“Iya Yah tapi Ayah segera kesini ya. Udahan Yah uang Fatir mepet dan  yang mau telepon banyak. Assalamualaikum.“ Suara Fatir terputus ditelan nada tut, tut… Begitulah Fatir, selalu buru-buru kalau menelepon. Dia harus mengantre untuk menelepon di wartel pondok pesantrennya.