Selasa, 16 November 2010

Televisi

Saya tak hendak mengkritik acara TV, atau pun memojokkan produk pertelevisian. Karena saya ingin bercerita tentang pesawat TV di rumah kami. Meski tidak bisa dibilang tua tapi TV ini sudah menemani kami selama hampir sebelas tahun. Tentu tidak dapat lagi bersaing dengan pesawat TV jaman sekarang karena keluaran waktu itu masih kuno dengan model tabungnya yang besar. Meski hanya berukuran 14 inchi bagi kami sudah cukup besar, tentu bukan hanya karena ruangan rumah kami kecil, tapi juga sayang buat apa besar2 kalau ujung2nya membuat mata jadi sakit.
Tak dapat dipungkiri kalau dulu memang TV ini hiburan yang sangat memikat karena sebelum memiliki anak2 kami tidak memiliki banyak bacaan, surat kabar, majalah apalagi buku. Setelah anak pertama kami lahir dan mulai mengerti tontonan kami sering memilihkan film lucu2 seperti Teletubbies yang sangat digemari pada jamannya.
Meski kami mengatur tentang tontonan apa yang boleh dan tidak bagi anak2, kami juga mengimbanginya dengan berbagai bacaan yang memadai dan disukai mereka. Kami tidak ingin membuat anak2 lebih cinta TV daripada buku. Makanya setiap menonton TV kami selalu mendampinginya untuk mengarahkan pemikirannya. Seperti dalam film ‘Elysa Thorberries’ film petualangan seorang anak yang mengikuti orang tuanya berkeliling dunia meliput acara satwa dari berbagai benua. Kami lantas mencocokkan hewan2 di film itu dengan di buku2 yang kami miliki, ‘Aye-aye’ dari Afrika itu seperti apa, lalu apa bedanya harimau, macan tutul, cheetah dan jaguar? Juga hyena? Makanya film ini sangat disukai Ahnaf. Sayangnya kami tak pernah menemukan kaset VCD atau buku ceritanya. Atau kartun Franklin si kura2 yang isinya sederhana tentang kehidupan sehari2. Ternyata di toko buku banyak tersedia buku ceritanya, jadi setiap kali ke toko buku kami membeli beberapa untuk dibaca berulang-ulang, ada juga Bob The Builder.
Ujung dari setiap tontonan film kartun anak2 seperti tadi adalah kekecewaan saya pada iklannya.Durasi iklan menurut saya terlalu lama. Selain penyampaiannya kurang ‘ramah’ anak juga isinya benar2 berhasil membius anak. Suatu ketika saat Ahnaf 5 tahun ia sering merengek minta dibelikan sesuatu entah mainan atau makanan yang ada di iklan TV. Saat itu saya berikan pengertian (karena tidak bisa dibiarkan begitu terus) padanya definisi iklan. Apa iklan itu? Tujuannya? Trik2nya orang beriklan. Alhamdulillah cara ini berbuah manis. Dia tidak gampang tergoda dan tidak lagi merasa sebagai korban iklan.
Pernah juga suatu ketika kami menghapus channel TV menjadi satu saja, Me**o TV, gara2 kami harus menghukum Ahnaf yang pernah sekali ketagihan film kartun Na**to yang ditayangkan tepat adzan Maghrib. Janji kami akan mengembalikan channel seperti semula jika dia sudah benar2 mengerti bagaimana mengatur waktu menonton TV dan memilih tayangan yang boleh ditonton saja.
Sangat penting sekali untuk mendampingi anak saat menonton TV, karena menurut saya jika tepat penanganannya dampak negatif dapat dikurangi bahkan dinetralisir menjadi beberapa manfaat dan hikmah penting. Seperti tayangan bencana dari berbagai wilayah di tanah air, gempa dan tsunami, banjir, bahkan gunung meletus, juga tayangan masyarakat di belahan berbagai belahan bumi, yang sakit, yang kurang beruntung baik sekali untuk menanamkan empati pada anak2 juga rasa syukur atas nikmat yang mereka miliki.
Kembali ke TV kami. Beberapa tahun belakangan ini sudah mulai ‘sakit2’an. Karena mulai tidak mengeluarkan bunyi yang normal seperti biasanya. Saat pertama dinyalakan biasanya kami harus ‘memanaskan’ dulu hingga 1 jam untuk mendapatkan bunyinya. Tanpa remote pula karena rusak. Untunglah kemudian anak2 lebih banyak kami putarkan VCD atau DVD jadi kerusakan TV kami tidak terlalu berpengaruh. Hingga sekarang kami masih akan terus membiarkan kerusakan ini sampai benar2 tidak dapat digunakan lagi. Sebenarnya pernah kami perbaiki di reparasi sebanyak 2 kali, tetapi tetap saja, mungkin memang sudah tua ya. Padahal ada juga tayangan favorit saya seperti Kick Andy, Mario Teguh, Jejak Petualang, Rachel Ray, dll tetapi kemudian jarang sekali saya dapat menontonnya. Pertama tentu tak ada waktu, bagaimana saya dapat menyediakan waktu untuk menonton TV sementara pekerjaan rumah seperti mengalir terus dan ‘hutang’ saya pada bacaan yang selalu menunggu. Kedua tentu gangguan TV tadi sungguh membuat menonton TV jadi tidak nyaman. Untungnya Ahnaf sekarang sudah dapat mengatur sendiri tontonannya, alih2 membaca buku kesukaan.
Dibalik semua kontroversinya TV tetap menjadi dilema. Perlu penanganan tegas dari para orang tua, karena melalui kotak ajaib ini tumpah berbagai informasi baik yang tersurat maupun tersirat. Ibaratnya makanan segala rasa ada. Tinggal bagaimana menyikapinya, memberikan pengarahan dan pendampingan pada anak2. Pendapat saya, jangan sekali2 menjadikan TV sebagai pengasuh atau teman anak, tetapi lebih sebagai salah satu sarana pembelajaran saja. Karena sesungguhnya pembelajar terbaik bagi anak-anak adalah kita, orang tuanya…
Taman Puri, 14 Nopember 2010


2 komentar:

  1. TV tetap perlu, terutama saat ada bencana seperti sekarang ini....dan kitalah penguasa TV, bukan sebaliknya. TV kami juga cuma 14 inchi, sehingga membuat anak2 tidak nyaman menontonnya terlalu lama (meskipun terkadang tidak juga, tuh... ^__^ )

    BalasHapus
  2. Menurut saya bagus ada TV tapi anak gak kepingin nonton, maksudnya TV bukan daya tarik utama, tetapi disetel manakala perlu. Apalagi pas berita bencana alam akhir2 ini berita ter-update kayaknya lewat TV.

    BalasHapus