Rabu, 15 Desember 2010

Menjadi Ibu Sebenarnya Tidak Enak


Benarkah? Kalau dalam hidup ini hanya ada logika memang ya. Mari kita tengok tugas para baby sitter, pengasuh, pembantu rumah tangga atau buruh cuci sekalipun. Tugas mereka tidak jauh dari menggantikan tugas-tugas para ibu. Mengasuh dan menjaga bayi berikut segala keperluannya, merawat  rumah dan isinya, belanja, memasak dan banyak tugas lainnya. Meski jaman sekarang sudah banyak perangkat modern untuk meringankan tugas rumah tangga, tetap saja semua memerlukan sentuhan tangan seorang ibu. 

 
Kita awali dengan kehadiran anak. Sebelum seorang anak lahir tentu diawali dengan masa kehamilan. Pada masa seperti ini cobaan dimulai dengan istilah morning sickness, mual dan muntah, makan tidak selera bahkan perut tidak bisa  menerima apapun bentuk makanan dan minuman. Saya mengalami hal seperti ini ketika hamil anak pertama, saat itu masih bekerja. Bekal ‘wajib’ saya setiap hari adalah tas kresek dan kayu putih, hingga menjelang cuti. Begitupun saat hamil si kembar, bahkan harus bed rest berhari-hari di rumah sakit karena dehidrasi. Tidak sedikit para ibu yang mengalami hal seperti ini bahkan lebih parah. Semakin bertambah usia kehamilan tubuh makin berat, kaki bengkak, kemana-mana membawa perut yang mulai susah diajak kompromi. Begitu menjelang persalinan, inilah saat pertarungan hidup dan mati, entah persalinan normal maupun operasi keduanya tetap saja adalah perjuangan.
Saat bayi mungil lahir ke dunia yang paling ia butuhkan adalah dekapan ibu dengan limpahan ASI-nya. Perkenalan dengan dunia di awal-awal hidupnya sangat membutuhkan kesabaran dan perjuangan seorang ibu. Mulai menyusui, menggantikan popok, menidurkan, menimangnya saat  kedinginan atau kepanasan. Apakah ada tawar menawar bagi ibu? Tidak. Semua itu harus tetap dilakukan dalam kondisi apapun. Pemberian ASI harus tetap berlanjut hingga 6 bulan pertama jika si ibu ingin bayinya senantiasa sehat dan daya tahannya kuat. Menginjak 6 bulan ibu mulai sibuk dengan pemberian menu baru bagi bayi. Tidak lupa perkembangannya yang membutuhkan ekstra pengawasan dan tenaga. Begitu seterusnya hingga usia bayi menginjak batita bahkan balita. Setiap hari ibu akan memikirkan hari ini makanan apa yang akan diberikan pada anaknya. Atau hal baru apa yang akan diajarkan pada mereka. Kira-kira mereka mau makan atau tidak.
Menjelang masa sekolah lebih banyak lagi yang harus dipersiapkan ibu. Kebutuhan sekolah, mengajarinya belajar dan hal-hal mendasar lainnya seperti sopan santun, kemandirian, tanggung jawab dan lainnya. Demikian hal ini berlanjut hingga anak dewasa dan mampu hidup mandiri.
Sekali lagi tugas-tugas para ibu di atas kalau dilihat secara logika memang tidak enak, apalagi di tambah beban secara finansial. Tetapi, mengapa perempuan di seluruh dunia ini mau menjadi ibu? Bahkan ketika anak pertama sudah lahir masih menginginkan anak kedua, ketiga dan seterusnya? Ketika sudah memiliki anak lelaki masih menginginkan anak perempuan begitupun sebaliknya? Untuk meneruskan keturunan, itu pasti. Namun jawaban yang utama adalah karena Allah menanamkan di hati setiap ibu rasa cinta dan kasih sayang kepada anak. Tanpa semua ini tidak akan timbul kesabaran dan keikhlasan mendidik anak-anaknya. Rasa sayang dan cinta ini diberikanNya pada semua ibu di seluruh dunia tanpa memandang perbedaan warna kulit, bangsa, suku, ras, agama, status sosial, kaya atau miskin.
Saya pernah membaca Totto-Chan 2 *), ada seorang ibu di Afrika yang mengungsi saat krisis kelaparan melanda, ia membawa serta semua anak-anaknya. Totto-Chan bertanya padanya,”Berapa semua anak Ibu?” Ia menjawab, “Semuanya sepuluh, tapi aku juga kurang tahu pasti mungkin lima belas, atau delapan belas..” Ia menjawab begitu karena saat pergi mengungsi ia bertemu anak-anak di jalan yang kehilangan orang tua mereka. Diajaklah mereka dan dianggapnya semua seperti anak-anak kandungnya. Ketika ia mendapat jatah roti, maka roti itu dibaginya merata pada semua anak-anak tadi entah anak kandung atau bukan. Maha Suci Allah yang telah menciptakan rasa kasih sayang di hati ibu tadi. Saat krisis seperti itu masih memikirkan anak orang lain.
Kembali ke tugas para ibu, sesungguhnya ketika seorang perempuan melahirkan anak ke dunia maka tugasnya menjadi ibu tidak akan berhenti hingga akhir hayatnya. Benarlah apa yang dikatakan seorang bijak :
“Ibu adalah sebuah sekolah yang apabila engkau persiapkan dia, berarti engkau telah mempersiapkan suatu bangsa dengan dasar yang baik.”**)
Berangkat dari semua itu, jika masih ada, mari kita muliakan ibu kita. Kita pintakan sehatnya padaNya, kita minta ikhlasnya atas segala salah kita. Karena dengan doa dan kasih sayangnya kita bisa tumbuh seperti sekarang. Bagi yang ibunya sudah tiada, kita doakan agar dosanya diampuni, diberikan pahala yang berlipat atas segala susah payahnya mendampingi kita dan berharap padaNya supaya ibu ditempatkan di antara orang-orang yang beriman.. Amiin..

Taman Puri, 15 Desember 2010        
*) Totto-Chan2: A Goodwill Journey to the Children of the World 
**)A. Nashih Ulwan, Tarbiyatul Awlad 1

4 komentar:

  1. Bagus sekali tulisannya. Insya allah kita semua akan selalu bisa memberikan yg trbaik utk anak2 kita. Thx 4 sharing mbak.

    BalasHapus
  2. Makasih bu Lala . InsyaAllah bisa, semoga dapat saling berbagi cerita. Sulungku penggemar komik2 Lala terutama komik2 garingnya, dg seijinku dia sering berkunjung lewat MPku buat baca komik Lala. Katanya salam buat Lala dan Ara...

    BalasHapus