Sebenarnya ada dua hal utama terkait dengan masalah ini, yaitu kemiskinan dan mahalnya biaya pendidikan. Untuk mendaftar ke sekolah tertentu jaman sekarang sudah harus mengeluarkan ekstra biaya. Semakin tinggi jenjang sekolah maka biaya semakin tinggi, yang kadang meski menggunakan surat keterangan kurang mampu hal tersebut masih terasa berat. Belum lagi biaya buku, seragam, uang gedung dan lainnya. Makanya jangan heran pula kalau banyak orang tua yang lebih menyuruh anaknya untuk memulung sampah dari pada sekolah. Toh dengan memulung mereka bisa mendapat penghasilan tambahan.
Ada pula sekolah yang ketika siswanya sudah lulus pun masih menahan ijasah dengan alasan harus membayar ‘biaya ijasah’ sebesar sekian ratus ribu rupiah. Ada rasa geram ketika teman saya menceritakan saat KepSek sekolah tersebut dengan santai menjelaskan kegunaan biaya, “Saya kira ibu2 sekalian sudah pernah ke mall, lalu membayar biaya parkir anggap saja Rp 1000,- tiap berkunjung. Nah anak Ibu di sini selama 6 tahun, kalau tiap kali dia datang anggap saja parkir maka biaya tadi masih jauh lebih kecil dibandingkan biaya parkir selama 6 tahun.” Gggrrrhh..
Kembali ke masalah putus sekolah, dengan meningkatnya jumlah anak putus sekolah maka jumlah pengangguran juga ikut bertambah. Dan ini akan menambah angka kemiskinan di antara mereka. Bagaimana nasib mereka akan berubah? Kemiskinan – putus sekolah, lingkaran ini akan terus berputar. Sedangkan hal seperti ini saya kira tidak hanya terjadi di sini, mungkin di banyak tempat di pelosok tanah air tercinta.
Semoga tidak hanya saya yang memiliki keprihatinan seperti ini, dan semoga ini adalah awal dari satu ide dan gagasan untuk menyelamatkan generasi muda bangsa dari kemiskinan dan pembodohan..
Taman Puri, 3 Januari 2011
inilah ironinya negeri kita. berharap besar, tetapi tak pernah mau berkorban lebih besar.
BalasHapuspendidikan hanya dijadikan bahan kelakar, tanpa tindakan. 10:2 lah.
nice post. salam kenal, saya daicy.
akhirnya kaum bawah yang harus jadi korban.. masih bolehkah kita berharap pada para pembesar negeri..seandainya masih ada sedikit nurani..
BalasHapusthanks.. salam kenal juga..
maaf, saya merasa ragu kalau para pembesar ini punya nurani, atau setidaknya mereka memiliki nurani, tapi tak pernah dipahami. bahkan dalam keadaan culdesac, saya pernah berpikir kalau sebagian dari mereka ndak punya otak.
BalasHapusmasya Allah,
BalasHapus'cerdas' sekali ya perumpamaannya ..sigh
benar mbak, kalau nggak pakai nurani, jalan apa pun akan nggak lancar. Selama para penguasa masih berpikir dirinya sendiri, lost generations kita bakal membayangi di masa depan...prihatin...
justru kalau lembaga pendidikan sudah menjadi ladang bisnis, maka sebenarnya mereka memiliki otak, namun nurani sudah terkalahkan..
BalasHapussemoga masih banyak nurani yg terketuk mencari jalan keluar dari lingkaran yg tiada habisnya ini.. demi generasi bangsa yg lebih kuat..
BalasHapus