Sabtu, 08 Januari 2011

'Hanya Untuk Orang Miskin' (bagian terakhir trilogi 'Orang Miskin')

Masih ingatkah kita pada Nenek Minah (55) yang harus mengikuti peradilan karena mencuri 3 buah kakao di kawasan perkebunan di Banyumas, Jawa Tengah. Meski belum sempat mencuri karena ketahuan, Nenek Minah mengaku memang ingin mengambil 3 buah kakao. Singkat cerita ia diadili dengan tuntutan 6 bulan penjara. Ia pasrah saja karena tidak mengerti hukum dan tak punya uang untuk menyewa pengacara. Di depan hakim ia dengan jujur mengakui kesalahannya, sehingga hakim memutuskan untuk mengurangi tuntutan 6 bulan penjara menjadi 1,5 bulan saja. Bahkan berkat kejujuran dan ketaatannya selama sidang hakim memperbolehkan Nenek Minah tidak menjalani hukuman itu.

Hal serupa dialami Kholil (51) dan Basar(40) saat keduanya didapati mencuri 1 buah semangka di daerah Mojoroto, Kediri, Jawa Timur. Keduanya dituntut 5 tahun penjara karena pelapor tidak mau diajak berdamai. Belakangan diketahui bahwa Polisi yang mengusut kasus ini juga meminta sejumlah uang kepada keluarga terdakwa untuk membebaskan mereka. Tetapi proses persidangan tetap berlanjut karena uang yang mereka setorkan tidak sesuai dengan yang diminta.

Benar2 menyedihkan hukum bagi orang miskin di negara kita, yang tampaknya didasarkan pada uang semata. Apalagi kejahatan orang2 miskin biasanya tidak jauh dari mencari sesuap nasi guna penyambung hidup. Bagaimana pencopet harus digebuki terlebih dulu sebelum ditahan dan dipenjara. Bukan berarti saya membenarkan tindak kriminal dengan jenis apapun. Tetapi perlakuan dan akibat yang harus ditanggung para pelaku kejahatan tidaklah sama, lagi2 semuanya diukur dengan uang. Di kawasan Cengkareng sekelompok anak2 belia usia sekolah harus ditahan karena bermain judi (dengan uang receh). Meski mereka dan orang tuanya telah meminta maaf dan tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi, tetapi kerugian harus mereka alami karena tidak dapat mengikuti Ujian Akhir SD selama ditahan.


Lain cerita bagi pelaku kriminal kaum kaya. Lihatlah bagaimana para koruptor dapat melenggang tanpa rasa bersalah, bahkan plesiran ke berbagai kota dan luar negeri selama ditahan. Belum lagi fasilitas mewah dan lengkap di tahanan. Semua itu karena uang. Jangankan aparat terkait yang semuanya dapat dibeli, bahkan hukum pun dapat diputar balik karena uang. Yang salah jadi benar dan yang benar jadi salah. Yang benar dihukum dan yang salah bebas berkeliaran, itu sudah biasa. Tampaknya penjara sejati memang benar2 hanya untuk orang miskin, entah miskin uang atau ilmu. Di mana nurani para penguasa sementara permainan uang merajalela. Kapankah kita mendapat pemimpin yang benar2 jujur dan adil bagi semua rakyatnya?


Yang lebih menyedihkan lagi sebenarnya jika kaum miskin tak bersalah dipenjara pula. Keterbatasan pengetahuan tentang hukum juga semakin memperparah keadaan. Berikut kisah nyata tentang teman saya yang miskin dan harus berurusan dengan hukum.


Suatu hari ia dititipi sesuatu oleh kenalan baiknya, yang belakangan diketahuinya adalah barang ‘haram’. Tak lama Polisi menggerebeknya di rumahnya dengan diketahui seluruh keluarga. Akibatnya ia harus mendekam di tahanan. Meski ia tidak pernah mengakuinya, namun tetap saja proses hukum berlanjut. Hal ini tentu membuatnya stress, juga teman2 dan kerabat yang telah mengenalnya selama ini sebagai orang yang jujur, sopan dan empati terhadap sesama. Selama di tahanan saja keluarga harus menjual motor satu2nya penghidupan. Termasuk di antaranya menyogok petugas tiap kali menjenguk, memindahkannya dari kamar tahanan yang berisi 50 orang ke kamar yang berisi 10 orang, juga membeli makanan ala kadarnya yang berbentuk makanan. Itu pun ia masih diperlakukan layaknya pelaku kriminal. Selang empat bulan kemudian ia dinyatakan bebas oleh pengadilan salah satunya karena seseorang di kejaksaan mengenalnya sebagai orang yang berperilaku baik dan tidak bersalah. Pelaku sesungguhnya kemudian diburu.


Semoga kejadian seperti ini tidak menimpa kita, keluarga dan teman2 kita. Dan semoga hukum di negara ini dapat tegak tanpa harus melibatkan uang..


Taman Puri, 8 Januari 2011  


1 komentar: