Minggu, 09 Januari 2011

Anjing Pelacak

Dari kejauhan kulihat anjing itu sudah cukup besar, membuatku ngeri. Warnanya hitam, kulitnya mulus, tanpa bulu, tapi mukanya sangar. Hewan yang kutakuti. Kemarin aku dapat melewati gerbang dengan aman tanpa endusan anjing pelacak. Memang kemarin yang bertugas warnanya coklat dan tidak sebesar si hitam ini. Mudah2an kali ini aku berhasil lagi. Maklum gedung yang akan kumasuki adalah tempat tinggal para pembesar dan duta besar dari luar negeri. Wajar kalau penjagaannya superketat dan aku harus melewati dua kali pemeriksaan keamanan.


Aku khawatir barang yang kubawa tidak sampai ke dalam. Seseorang telah memesannya sejak pagi. Dia pasti sudah sangat membutuhkan barang ini. Aku berharap baik di gerbang pertama. Ternyata penjaga membolehkanku masuk setelah memeriksa identitas. Berikutnya penjaga dengan si hitam, aku deg-degan. Keringat dingin membasahi kemejaku. Jangan2.. Aku takut ketahuan. Oh, ternyata aku bisa lewat. Syukurlah, aman. Lima meter berlalu ketika anjing hitam itu kemudian mengejarku. Tidaaak. Jangan sekarang. Aku ngeri membayangkan gigi2 taringnya menusuk kaki atau badanku. Pasti wajahku terlihat pucat. Padahal kan, tadi sudah aman. Mengapa si hitam ini menggonggongiku, keras pula. Menarik perhatian orang2. Jangan2 dia tahu isi tasku. Untunglah ‘pawang’nya segera mengamankan begitu taring2nya hendak menyentuh tubuhku. “Sssst, Blackie! Sit down..!!”
Selamat! Meski ngos2an dan grogi, aku lega. Tinggal satu penjaga lagi yang harus membuka tasku, semoga aman. Saat kubuka resletingnya, ia tersenyum, renyah dan mempersilakanku masuk. Mungkin karena aroma sesuatu yang kubawa, pecel lele..  

Taman Puri, 9 januari 2011 (terilhami kisah nyata)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar