Selasa, 08 Februari 2011

Enyek


“ Enyek….. Enyeeek enyek!” teriakku. Sungguh, siang ini teramat terik. Dua komplek perumahan sudah aku kelilingi namun enyek di bakul masih banyak, baru seperempatnya yang laku.. Setiap kuteriak enyek bukannya pembeli yang kutemui tapi candaan anak anak kecil menirukan teriakanku. Kerongkongan terasa kering, laparpun menjerat.
Terbayang di pikiranku istriku mengomel “Hmh hanya segini uang yang Akang dapat, cukup buat apa? Makanya Akang usaha apa gitu! Hari gini kok masih jualan enyek, mending juga ngojek tuh.” Sesak rasanya dada ini. Kerongkongan terasa kering, lambungku melilit. Keringat sudah seperti sungai mengalir di sekujur tubuh. Kubayangkan sungguh nyaman tuan tuan dan nyonya nyonya yang tinggal di rumah-rumah megah ini, sungguh mereka tiada kesusahan. Ingin rasanya seperti mereka.


Tepat seperti dugaanku begitu aku sampai di rumah istriku mulai mengomel. Dari A sampai Z semua dia muntahkan dengan deras.
“Kang kok cuma laku segini ? Mana cukup buat belanja! Akang kan tahu sekarang harga harga naik, mana gas mau habis lagi.” Sejenak ia ke dapur kupikir ocehannya berhenti ternyata bersambung.
“Tadi Mang Lasdi datang nagih uang kontrakan. Kang, gimana sih Akang malah diam aja. Beras juga naik minyak goreng naik huuh gak ada yang murah lagi . Akang ini harusnya nyari kerja lain atau usaha apa gitu. Hari gini mana ada orang yang mau beli enyek, udah gak ada yang doyan Kang. Kapan kita akan hidup seneng kalau gini terus, yang ada malah makin sengsara aja. Akang itu harusnya lebih kreatip nggak cuma gini- gini aja Kang. Anakmu tuh Sani bikin orang puyeng seharian susah diatur mana minta jajan melulu. Belum lagi ngusilin anaknya Ningsih aja, bikin nggak enak sama tetangga.….” Begitu istriku ngomel tiada henti membuat kepalaku terasa puyeng. Kutinggalkan dia menuju sumur belakang. Tak lama dia datang menghampiriku lagi. Ada apa lagi ini..

“Kang ada yang datang.”
“Siapa ?”
«Entah »
Segera kutemui tamu tersebut.
« Ya Pak ada apa ? » tanyaku
«  Apakah Bapak yang bernama Rojiun ? »
«  Iya saya sendiri ada apa ya ? »
«  Selamat Pak Rojiun anda memenangkan undian sebuah sepeda motor dari teh gelas Asoy. Motornya besok bisa Bapak ambil di kantor perwakilan kami. Mohon membawa syarat syarat sebagai bukti diri. Sekali lagi selamat Pak semoga motornya bermanfaat.”
Sungguh berita gembira tak terduga sore itu bak mendapat durian runtuh.

Dengan motor itu berubahlah panggilanku dari Rojiun enyek menjadi Rojiun ojek. Memang kalau lagi rejeki semuanya terasa lancar dan mudah. Hasil ngojek pun lebih banyak dari jualan enyek apalagi motor gratis tanpa harus bayar cicilan atau setoran. Pelan pelan keadaan rumah tanggaku semakin membaik dari kontrakan kamar bisa pindah ke kontrakan petak. Istriku tak ribut ribut lagi masalah belanja.

Seiring berjalannya waktu aku bisa membeli motor lagi yang aku sewakan ke orang lain untuk ngojek. Satu dua tiga sampai akhirnya ada sepuluh ojek. Nama Rojiun ojek semakin dikenal banyak orang yang datang untuk meminta ini dan itu karena masih ingat jaman susah tetap aku layani semampuku.

Lewat lima tahun aku bisa membeli rumah dan bahkan sudah menambah bidang usaha. Kubeli truk pick up untuk jasa pengangkutan di pasar. Semakin lama semakin lancar nama Rojiun enyek semakin dilupakan orang. Istriku semakin heboh dandananya seperti toko emas berjalan, aku memakluminya karena sudah lama ia hidup susah denganku. Ternyata hidup bisa berbalik dengan cepat.

Tak terasa sepuluh tahun berlalu usahaku semakin maju. Anakku Sani sudah tumbuh besar dan tidak kelihatan lagi bekas bekas jaman susah dahulu, pilek tiada henti dan badan yang kurus, ia tumbuh besar dan sehat. Hidupku bahagia dan serba enak ibaratnya tinggal tunggu di rumah dan uang itu mengalir dengan sendirinya. Tidak perlu dicari ataupun dikejar.

Siang itu makan siang tersaji sungguh nikmat nasi putih hangat mengepul, sayur asam, empal daging, telur asin, sambal terasi dan sepapan petai hmm sungguh nikmat sekali. Aku dan istriku makan dengan lahapnya gak kebayang dulu bisa makan seperti ini di rumah sendiri. Setelah itu aku duduk-duduk dan tertidur di ruang yg sejuk dan berpendingin, sungguh hidup yang membahagiakan.
Ditengah kenyamanan itu lamat lamat dari jauh kudengar teriakan yang sungguh sangat familier  di telingaku
 “ Eeenyeek….. Enyeeek enyek!.”

“ Eenyeek…. Eenyeeek enyek!,”

Semakin lama semakin keras mendekat, terasa bahuku digoyang goyang seolah olah ada yang mau membangunkan. Malas rasanya aku membuka mata. Namun goyangan itu semakin keras tidak hanya di bahu bahkan di pipiku. Hoi siapa ini yang kurang ajar, batinku. Akhirnya kubuka mataku. Terheran heran aku bingung dengan suasana sekitarku yang berubah
“ Mang, bangun Mang!”
“ Mang bangun, Mamang tidak apa-apa ? » Tanya orang orang yang mengerumuni aku
“ Dimana aku, di mana ini?” Aku semakin kebingungan
“ Tenang Mang, Mamang di teras rumah saya. Tadi Mamang ambruk di depan rumah saya. Ini diminum dulu air putihnya. Istirahat dulu Mang.” Kata seorang bapak setengah baya disampingku.
Plas, ternyata semua ini hanya ada dibenakku selama aku pingsan. Dan aku masih Rojiun Enyek

“ Enyek…..enyeeek enyek!,”

by: sakayasa

(Enyek: krupuk dari singkong yang diparut dibumbui bawang, garam dan ketumbar. Sebutan enyek untuk daerah Banten, di tempat lain mungkin familier dengan samiler, kepeng atau opak)

1 komentar:

  1. saya ikut bermimpi ketika membaca bagian atas, habis itu saya ikut bangun bersama mang rojiun enyekk diakhirnya.. ahaii... hidup itu perlu kerja keras ya,,, tidak semudah mimpinya mang rojiun enyekkk,, kwkwkw. cerpen simpel tapi cukup bikin sejenak ketawa . . like :)

    BalasHapus