Udara segar
menerpa wajahku ketika melewati jalan raya Mlarak-Siman. Kulirik jam di
pergelangan tangan, jam 7 lebih sedikit. Langit masih tertutup mendung bekas
hujan tadi malam. Aku masih duduk mematung di belakang Bapak yang sedang mengantarku. Motor berjalan
pelan namun pasti, tujuan kami terminal Ponorogo. Sepanjang jalan sawah
menghijau, gunung di kejauhan dan udara pagi bercampur sedikit kabut.
Masih
terbayang jelas di pelupuk mataku, sosok bocah berkemeja lengan pendek abu-abu
tua, celana hitam, bersepatu pantovel hitam mengkilat, dengan tangan kiri
menenteng
beberapa buku pelajaran. Rambutnya dicukur cepak. Papan nama biru tua
terpasang di dada kirinya, bertuliskan AHNAF/H DH. Tak lupa bolpoin terselip di
saku kemejanya. Kucium keningnya, dan dia mencium tanganku sambil berpesan, “Hati—hati
ya Bu..” Duh, air mata ini rasanya mau tumpah. Kubalas dengan anggukan, sambil
berusaha tersenyum. Masih setengah tujuh, namun dia sudah bergegas, tak ingin
terlambat tiba di kelas. Kuusap pundaknya sesaat sebelum meninggalkanku, sambil
tersenyum ia menoleh dan melambai. Selanjutnya yang kulihat adalah tubuh
enerjik yang berjalan tegap menjauh dari pandanganku, tak lagi menoleh hingga
tubuh itu lenyap dibalik gedung INDONESIA. Entah kapan aku bisa bertemu lagi
dengannya.
Gundukan
jembatan mengejutkan lamunanku. DARUSSALAM UNIVERSITY terlihat di kejauhan,
dikelilingi hijaunya persawahan. Bapak masih berkonsentrasi membawa motor. Ya
Allah, kupasrahkan putraku kepadaMu. Kutinggalkan dia di sini bersama hijaunya
pepohonan dan dinginnya kabut pagi. Tolong jaga dia, berikan kekuatan dan
kesabaran padanya. Tolong beri dia sedikit ilmuMu yang Maha Besar, agar dia memiliki
bekal dalam membela agamaMu, menegakkan kalimahMu, menjadi hambaMu yang
bermanfaat di dunia akhirat.
Ya Allah, jarak
sedang memisahkan kami. Sungguh, hamba tak berdaya dengan semua ini. Hanya
padaMu kupasrahkan segala doa, dengan penuh keyakinan semua doa itu akan
diijabahMu. *)
Selain
putraku, masih ada dua orang yang kucintai di sini, kedua Ibu Bapakku. Perjalanan
jauh rela mereka tempuh, demi bertemu denganku dan putraku. Keduanya adalah
manusia keramat, yang menempati urutan istimewa di hadapan Allah. Ridhanya
mereka adalah ridha Allah. Tanpa doa restu dari mereka hidupku tak akan berkah.
Sungguh,
Allah Maha Adil ketika mengistimewakan hubungan orangtua dan anak. Anak sholeh
yang berdoa untuk orangtuanya adalah amalan jariyah bagi orangtuanya. Amalan
itu tiada putus bahkan meski mereka telah tiada. Demikian juga doa orangtua
kepada anaknya adalah senjata utama bagi kesuksesan anak di dunia dan
akhiratnya. Sejatinya merekalah pahlawan bagi anak-anaknya..
Rabbighfirlii waliwalidayya
warhamhumma kamaa rabbayaaniinshaaghiiran. Yaa Allah, cintai Ibu Bapakku, beri hamba kesempatan
untuk bisa membahagiakan mereka. Jika saatnya nanti mereka Engkau panggil,
panggillah dalam keadaan khusnul khatimah. Ampuni segala dosa mereka dan
sayangilah mereka sebagaimana mereka mencurahkan kasih sayang mereka kepada
hamba sewaktu kecil.
Di sana, di
belakang sana, kutinggalkan ketiga orang yang kucintai. Kedua Ibu Bapakku dan
putraku. Hanya doa yang mengikatkan
kami, seperti tali kekang yang takkan putus. Yaa Arhamarrahimiin, hanya padaMu
kupasrahkan segala urusan.. Engkaulah sebaik-baik pelindung..
Juanda,
Surabaya (3 Februari 2013)
Alhamdulillah
masih bisa mencatat, untungnya buku Fun Writing P. Ali Muakhir ada bonus lembar
tugasnya..
*)“Tiga orang yang doanya pasti
terkabulkan; Doa orang yang teraniaya, doa seorang musafir, dan doa orang tua
terhadap anaknya.” (Sunan Abu Daud) – A Rifai Rifan - Karena Allah Tidak Tidur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar