Jumat, 09 Juli 2010

Seni Berjualan

Pagi tadi aku ke pasar mengantar Ibu bersama kembarku Idris Ilyas. Mereka senang karena bisa naik becak sambil melihat pemandangan sawah dengan segala aktivitasnya. Pak Tani dengan sapi2nya, ayam2, angsa, juga sawah jagung, pemandangan gunung2 , hutan sengon, rumpun bambu, pompa air yang mengalirkan air ke sawah2 dan aroma rumput lengkap dengan semilir angin. Sebenarnya ke pasar akan lebih cepat dan praktis naik motor atau mobil, tapi naik becak lebih berkesan karena semua pemandangan tadi dapat benar2 dinikmati. Apalagi tidak setiap hari seperti ini. Di pasar pun sebenarnya kami tidak berbelanja banyak karena biasanya hanya membeli bahan2 yang tidak tersedia di tukang sayur keliling. Sekaligus Ibuku ingin menyenangkan dan memanjakan cucu2nya. Aku pun senang ke pasar. Sejak kecil aku senang kalau diajak ke pasar. Meski hanya membawakan keranjang belanjaan ibu. Biasanya aku senang melihat2 orang2 berjualan dan mengamati cara2 mereka menjual barang dagangannya. Pulangnya Ibu membelikanku kue tradisional kesukaan, nikmat.

Setelah belanja tadi Ibu menyuruhku menunggu di becak langganan di depan pasar karena harus mencari bahan lainnya. Kulihat seorang lelaki baru turun dari motor dan menurunkan dagangannya. Seperangkat pengeras suara mini dan kardus entah apa isinya. Sambil mengeluarkan isinya dia mulai pembukaan lapaknya. Dengan bahasa Madura campur Jawa Suyoboyoan yang kumengerti sedikit2 dapat kutangkap maksudnya demikian, “Assalamualaikum bapak2 ibu2 warga Leces sekalian. Perkenankan saya di sini untuk memperkenalkan kepada anda semua apa yang saya bawa di sini. Saya di sini mau menawarkan obat. Obat apakah ini? Ini obat bukan sembarang obat. Ini obat bukan untuk diminum atau dioleskan di badan sampean. Ini adalah obat untuk motor bapak2 sekalian. Obat untuk dioleskan di badan motor anda. Kalau di luar negeri obat semacam ini dipakai di salon2 mobil untuk perawatan mobil, mengkilapkan mobil, supaya mobil ganteng kembali. Tapi sekarang obat itu ada di sini, saya bawa di sini.”

Nah sampai disini pembicaraan penjual tadi, penonton yang tadi di awal pembukaan cuma satu orang sudah mulai berdatangan kira2 10 orang. Dilanjutkan lagi pidatonya. Semua dilakukan pada awalnya tanpa melihat ke wajah orang2, karena ia sibuk sambil menata2 perlengkapannya. Memang terlihat seperti bicara pada diri sendiri. Tapi justru di sini daya tariknya, orang2 yang tadinya tidak peduli mulai banyak yang mendekat.

“Obat yang saya bawa ini memang tidak bermerk, tapi bapak2 sekalian dapat melihat buktinya. Coba lihat motor saya, jangan lihat tahun dan modelnya ya, tapi lihat warna dan bodynya, masih kinclong, bannya juga kinclong. Tidak seperti punya sampean ini, motor hitam bannya kok putih alias kusam,  tidak pernah dipoles.”

Dia berhenti bicara sejenak sambil mengusap keringat dengan sweaternya. Tambah banyak pula yang datang menontonnya.
“Sekarang begini kalau sampean punya motor baru warnanya masih kinclong, lama2 juga kusam. Tapi kalau tidak pernah dipoles mana mungkin bisa kinclong lagi. Kata orang India ‘nehi’ kata orang Arab ‘mustahil’ betul tidak. Saya baru datang dari Lumajang ini langsung kemari, tadi di sana sudah laku 2 kardus, ini masih sisa 2 kardus saya tawarkan sama warga Leces sini. Siapa tahu jodohnya, kalau laku Alhamdulillah kalau tidak laku ya saya pulang ke Jember, saya ini orang Jember. Yang beli jualan saya ini juga bukan cuma orang2 sipil seperti sampean ini tapi juga orang2 berpangkat dari Kodim dan pejabat lainnya.”

Lalu dia mengeluarkan lap kanebo dan mengoleskan sedikit obatnya, dicobakannya pada motor seseorang yang ada di situ, orang2 mengamati. Si penjual menjelaskan bahan2 apa yg dapat dipoles dengan obatnya.. Demikian seterusnya aku tak dapat mengikuti demo itu sampai selesai karena Ibuku sedah datang dan kedua kembarku ingin cepat2 naik becak lagi.
Selama perjalanan pulang sambil menanggapi celoteh anak2ku kupikir2 pintar juga cara penjual obat tadi menawarkan dagangannya. Sepertinya sudah terbiasa dengan aktivitasnya tapi aku kagum dengan semangatnya. Awalnya dia ngomong sendirian, satu persatu orang berdatangan dan tak lama mulai ramai dengan kerumunan orang2 yg penasaran. Satu lagi seni berjualan, pintar ngomong…

Letjes, 6 Juli 2010   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar