Rabu, 28 Juli 2010

Observatorium Bosscha, Lembang




Observatorium ini mulai dikenal banyak kalangan setelah meledaknya film “Petualangan Sherina” pada th 2000 yang salah satu lokasi pengambilan gambarnya berada di sini. Kami juga penasaran seperti apa wujud teropong yang konon dapat mengamati benda langit seperti penelitian gerak bintang dalam gugusnya, pengukuran paralaks bintang, detail komet terang, kawah bulan, oposisi planet Mars, Saturnus dan Jupiter. Beberapa teleskop dan dobel refraktor di sini dilindungi kubah baja diameter 14.5 m yang dapat digerakkan untuk membuka-tutup.

Kunjungan ke sini kalau sekedar melihat2 saja dapat dilakukan siang hari, tetapi untuk pengamatan benda langit maka harus dengan perjanjian terutama pengamatan malam hari. Berlokasi di Lembang kawasan ini sejuk dikelilingi pohon pinus dan cemara. Konon pohon2 ini sudah tak serindang dulu akibat terjangan badai Sum Wind pada Pebruari 2001. Sekitar 200 pohon tercerabut dari akar2nya karena angin yang berkekuatan antara 50 – 100 km/jam. Ini adalah badai terbesar sepanjang sejarah Bosscha.

Sekilas Sejarah Observatorium Bosscha
Ide pendirian ‘Stasiun Pengamatan Bintang’ muncul pada tahun 1920 yang dipelopori oleh Karel Albert Rudolf Bosscha. Tujuannya untuk memajukan ilmu Astronomi di Hindia Belanda. Tak lama kemudian persiapan dilakukan seperti pemilihan lokasi dan rencana pembelian teropong.

Setelah berkonsultasi dengan para astronom dunia, Mr. Bosscha dan Dr. Voute (Direktur pertama Obs. Bosscha) berangkat ke Askania Werk di Jerman untuk memesan “Meridian Circle” dan ke Carl Zeiss Jena untuk memesan “Double Refraktor”.
Setelah diteliti, tempat yang dianggap cocok adalah salah satu anak pegunungan Tangkuban Perahu, 15 km ke utara dari pusat kota Bandung. Di samping sejuk, tenang, pemandangan ke timur, barat dan selatan yang lepas, juga ketinggian yang cukup baik (1300 dpl). Atas kebaikan kakak beradik Ursone, tanah seluas 6 Ha itu dihibahkan untuk pembangunan Observatorium dan pada 1922 dimulailah pembangunan konstruksinya.

Pada 10 Januari 1928 datanglah teleskop Double Refraktor. Mengenai laporan kedatangannya berikut cuplikan artikel Observatorium Bosscha : 60 tahun oleh Prof. Dr. B Hidayat : “Refraktor Dobel Zeiss (diameter 60 cm, panjang 11 meter) pada 10 Januari 1928 diturunkan dari kapal ‘KERTOSONO’ milik Rotterdamsche Lloyd. Dua puluh tujuh buah peti kemas besar (isinya 30 ton) diangkut oleh perusahaan kereta api Negara (S.S.) secara gratis ke Bandung. Batlyon Genie A.D. mengangkutnya pula secara gratis dari Bandung ke Lembang.”

Beberapa bulan setelah instalasi teleskop double refraktor Zeiss selesai, Mr. Bosscha meninggal, tepatnya 26 November 1928. Kenangan jasa beliau tak terlupakan oleh banyak orang (khususnya astronom Indonesia)dengan mencantumkan nama sang pionir sebagai nama observatorium, “Observatorium Bosscha”
(Sebagian dikutip dari Observatorium Bosscha- ITB 50 Tahun Pendidikan Astronomi di Indonesia dan World SpaceWeek 2001)

2 komentar:

  1. ow.. ternyata yang buat orang luar toh :( seandaina Indonesia bisa membuatna sendiri.. lebih modern.. pasti seru ya :D

    BalasHapus
  2. iya..maklum jaman itu bangsa kt msh blm terpikir ksana, jangankan mikirin teleskop, udh bs makan, pakaian layak, sekolah tingkat dasar aja udh sangat beruntung..

    BalasHapus