Jumat, 04 Juni 2010

Anakku Mengingatkanku

Saat pertama kali Ahnaf belajar Al Quran yang membuatnya tertarik bukan belajar membacanya, melainkan menghafal. Kesempatan ini kupergunakan sebaik2nya untuk menanamkan hafalan Quran. Meski sebelumnya ia sudah belajar membaca tetapi tidak seantusias saat menghafal.
Waktu itu umurnya masih 4th (TK B). Tadinya aku tidak ingin terlalu membebaninya dengan hafalan2 yg banyak, asalkan dia senang itupun cukup bagiku. Kuikuti kemauannya. Seiring bertambah hafalannya semakin kulihat bahwa dia benar2 bersemangat, maka aku juga mamacu diri untuk mengajarkannya. Seingatku waktu itu dia kelas 2. Kutanya dia jika benar2 ingin menghafal maka nggak boleh setengah2 atau malas2an. Dan kuajarkan pula bahwa belajar Quran nggak cuma menghafal tetapi juga membacanya. Saat dia bertanya kenapa kujawab pula dengan sederhana membaca Quran itu pahalanya besar. Bayangkan satu huruf saja dibalas Allah dengan sepuluh kebaikan, dan setiap satu kebaikan dilipatgandakan sepuluhkali. Apalagi satu ayat, atau satu surat. Wah, tambah semangat dia.
Untuk menyemangatinya waktu itu aku menjanjikan boleh meminta hadiah kalau sudah hafal juz30.

Menyimpang sedikit dari tema. Tentang hadiah ini, aku memang membiasakan anak2ku bahwa untuk mendapat hadiah seseorang bekerja keras terlebih dahulu, atau jika dia melakukan kebaikan baru dia mendapat rewards. Sebagai contoh saat dia umur 3th kalau dia mengaji selama 100 hari Bapak akan membelikan mainan yg diinginkannya. Jadilah ia setiap pulang TPA memindahkan biji2an yg sudah kusiapkan 100 biji, tiap hari 1 biji ke tempat yg lain. Memang sih kesannya mengaji untuk hadiah. Tetapi bagi kami ini hal mudah jg untuk mengajarkan anak untuk mengubah pandangan bahwa dia bisa mendapatkan apa saja yg dia mau. Bukan tentang besarnya nilai hadiah, tapi usaha. Oke Ahnaf bekerja keras mengaji dg sungguh2, Bapak juga bekerja keras mengumpulkan uang untuk membeli mainan itu. Atau semisal mainan hotwheel koleksinya, sebagian besar adalah reward hasil kerja kerasnya, misal saat hafal perkalian dan pembagian, atau saat menguasai renang gaya dada, atau gaya bebas, atau sekedar reward karena membantu ibu menjaga adik2 dg baik. Semua usahanya kami hargai.

Nah, kembali ke tema. Pada waktu aku menjanjikan hadiah ini dia meminta sesuatu yang 'terlarang' di rumah kami. Yaitu PS (Play Station). Saat itu memang dia lagi seneng2nya jg dg yg namanya game. Biasanya sih main di komputer. Wah, bagaimana ini, memberi pengertian tentang dua hal sekaligus tidak mudah. Okelah aku setujui saja dulu permintaannya. Aku pikir sambil jalan nanti pandangan tentang PS ini akan kuperbaiki. Seiring berjalannya waktu aku beri pengertian padanya tentang PS. PS bukan benda yang buruk, bukan pula benda harus dibenci. Tapi coba lihatlah, apakah Ahnaf melihat Bapak senang bermain game? Ataukah lantas karena tidak ada PS di rumah kami jadinya tidak terhibur? Apa tujuan bermain game di PS? Apakah supaya pintar?Atau pandai mengaji? Atau supaya semakin disayang Allah?Tidak. Justru hal sebaliknya. Semakin tekun menatap PS kita akan semakin ingin terus bermain, bermain, dan bermain lagi. Kadang mandi, makan atau sholat pun harus diingatkan berulangkali. Sudah gitu harganya pun mahal. Waktu pun sia2. Kalau ingin hiburan bisa dari hal lain. Demikian hal ini kutekankan pada Ahnaf terus menerus, tentunya dengan sabar dan sedikit kelembutan, karena wow nggak mudah lho mengubah mindset seseorang tentang PS atau game. Nanti kalau Ahnaf sudah besar dan punya uang sendiri boleh Ahnaf beli PS Ahnaf sendiri.

Setahun berlalu saat di naik kelas 3 dia mengubah permintaan hadiahnya. Jika hafal juz30 dia pingin sesuatu yg bermanfaat,semacam paket kaset dan buku, kalau tidak salah seorang teman waktu itu datang menawarkan ke rumah, jadi dia tahu. Oke Ibu setuju, jadi bener nih udah nggak pingin PS? Dia yakin sekali BENER. Alhamdulillah.. Sedikit demi sedikit antusiasnya sudah berkurang tentang PS. Meski kadang2 juga main di komputer. Tak apa yang penting apa yg di pikirannya sudah sedikit berubah. Malah dia bertanya apa sih Bu istimewanya orang yg hafal Quran? Di hari akhir nanti dia akan mendapat perlindungan Allah di saat orang lain tidak mendapat perlindungan.

Sekarang Ahnaf sudah menyelesaikan hafalan juz30nya, lalu sambil ketar-ketir aku menanyakan hadiah yang dimintanya waktu itu. Maklum harganya muahall, bisa beli laptop 1. Jadi aku meyakinkannya tentang hadiah hafalan itu. Ternyata jawabnya sama sekali di luar dugaanku. Bu, aku nggak pingin hadiah apa2. Sudah hafal pun Ahnaf seneng. Subhanallah, Allahuakbar... Apa ini.. Aku kaget..Ternyata diam2 dia memupus semua keinginannya tentang hadiah itu.

Ibu : lho kenapa mas?
Ahnaf : Kan biasa aja tuh, menghafal Quran kan mudah, semua orang juga bisa melakukannya, siapa saja bisa..
Ibu : Trus hadiah itu bagaimana
Ahnaf : Nggak jadi aja.
Ibu : Bagaimana kalau buku, apa saja buku yang diinginkan Ahnaf
Ahnaf : Nggak lah, kalau buku nanti juga Ahnaf nggak minta pasti dibelikan kok.
Ibu : Bagaimana kalau Ibu buatkan nasi kuning yang ueeenak
Ahnaf : Hiih, Ibu ini memalukan aja, kayak apa aja. Nggak mau ah, Nggak usah.. Beneeeer...
Ibu : Mas...bener nih Ibu mau tanya kenapa nggak mau hadiah..
Ahnaf : Hmmm.. Gini lho Bu, waktu dulu di sekolah Ahnaf pernah disetelin kaset sama Pak Salim (guru kelasnya) isinya tentang kisah 4 orang, yang ternyata di hari akhir nanti waktu mereka mau dimasukkan surga ternyata dipilih yang masuk duluan yang paling banyak hafalan Qurannya. Gitu.. Nah, Ahnaf pingin hafal Quran supaya masuk surga...
Ibu : Ooh gitu.. (Dalam hati aku ingin menangis, bukankah ini sebenarnya yang kuinginkan... tapi tak pernah kusampaikan..Subhanallah..
.Anakku pingin surga..)

"Demikianlah keutamaan dari Allah, diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki dan hanya Allah yang memiliki karunia yang besar " (QS Al-Jumuah[62]:4)

Dari apa2 yang disampaikan anakku menjadi pemacu diriku untuk memperbaiki diri, masak anaknya hafal juz30, ibunya belum hafal semua.

Yaa Allah jadikanlah kami dan anak2 kami ahli Quran, keluargaMu dan orang2 yang dekat denganMu..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar