Sabtu, 05 Juni 2010

Pemulung Sampah



Di siang panas yang terik kira-kira matahari baru akan meluncur turun kulihat beberapa anak laki-laki dan perempuan berjalan menyusuri rumah-rumah penduduk. Usia mereka antara 5 - 15 tahun. Mereka sama-sama memanggul karung besar dan pengait. Di lain kesempatan kulihat anak-anak yang lain dengan kostum yang sama di tempat berbeda tapi sudah mendekati waktu maghrib. Kadang-kadang di akhir minggu kulihat mereka di pagi hari.

Pemandangan ini tampaknya sangat umum dimana-mana.Ya.. Mereka para pemulung yang masih bocah, memunguti sampah-sampah kardus, botol plastik dan kemasan daur ulang lainnya. Di tempat tinggalku jumlah mereka banyak. Ketika lewat depan rumah penduduk mereka mengorek tempat sampah dan mencari barang yang dimaksud. Tetapi ketika mereka lewat depan rumahku mereka tidak mengaduk tempat sampahku. Mereka akan memanggil dengan salam yang khas bersama-sama.."Assalaamualaiku
m..." Semua personil di rumahku sudah hapal dan akan menyuruh mereka masuk. Mereka menjemput barang yang dicari, alias sampah daur ulang yang sudah kukumpulkan beberapa hari. Aku memilih begini karena menurutku lebih efisien, efektif dan bermanfaat terutama bagi :

1. Mereka, para bocah pemulung

Dengan beberapa sampah yang sudah kukumpulkan mereka mendapatkan lebih banyak tanpa harus mengaduk sampah basah lainnya. Otomatis lebih bersih, bahkan mereka bisa beristirahat sejenak setelah berpanas-panas.

2. Aku

Sampah-sampah daur ulang seperti kardus biskuit, botol sabun, botol kecap, kemasan kue, kaleng susu, botol air mineral dan lain-lain biasanya memakan tempat sampah alias membuat penuh. Dengan dipisah dari sampah basah lainnya tempat sampahku menjadi tidak terlalu penuh. Dan anak-anak pemulung itu tidak perlu mengaduk tampat sampahku. Aku hanya perlu menyediakan karung di rumah yang kugantung untuk membuang kemasan-kemasan tadi. Bagiku juga tidak repot sama sekali. Barang-barang seperti itu rasanya tidak berguna buatku tapi sangat berharga bagi mereka.

3. Anak-anakku

Mereka jadi mengerti dan belajar beberapa hal. PERTAMA, mereka jadi mengerti barang-barang jenis apa yang bisa didaur ulang dan mana yang tidak, kalau mereka akan membuang sampah mereka tidak perlu lagi bertanya padaku, mana yang masuk karung dan mana yang masuk tempat sampah. KEDUA, secara perlahan-lahan hal ini menumbuhkan empati dan rasa syukur pada diri mereka (tentunya dengan sedikit arahan) bahwa di luar sana banyak anak-anak yang harus mengisi waktu luangnya sepulang sekolah dengan mengumpulkan barang-barang demi bisa membeli buku pelajaran atau barang-barang yang mereka inginkan. Padahal uang yang mereka dapat tidak seberapa (kira-kira Rp 20000 tiap 3 minggu) tapi mereka terus bersemangat

4. Bumi

Diakui atau tidak peran para pemulung ini sungguh berarti bagi bumi ini, karena tentu saja volume sampah yang harus didaur ulang oleh alam ini jadi berkurang. Pemilahan sampah yang didaur ulang sebenarnya bukan satu-satunyanya cara untuk menyelamatkan bumi. Sebelumnya aku sudah pernah mencoba mengolah sampah organik. Meskipun gagal karena salah metode. Akhirnya bertahan hanya dua minggu. Mungkin aku kurang fokus (namanya dari bangun sampai tidur mengurus anak-anak, rumah dll). Tetapi aku bertekad suatu saat nanti harus berhasil seperti Bu Harini Bambang. Tapi setidaknya aku sudah berusaha dari hal-hal kecil, mulai sekarang, dan mulai dari diri sendiri. Mengapa tidak? Untuk menyelamatkan bumi, menyelamatkan kehidupan anak cucu kita di masa mendatang...

Taman Puri, 1 Mei 2010


2 komentar: