Bagi para orang tua yang memiliki anak kecil, menahan kantuk
adalah hal yang lumrah dan biasa. Apalagi jika si anak tak kunjung tidur,
sedang mata para orang tua tak bisa diajak kompromi. Beraat rasanya. Pinginnya
sih, saat itu juga anak-anak juga ngantuk dan dengan manisnya minta tidur.
Nggak usah baca buku, pokoknya langsung tidur aja. Enak kan..
Selama Ramadhan ini, terutama malam hari selepas isya dan
tarawih, frekuensi ngantuk saya bertambah,
bahkan lebih parah. Memang rutinitas selama puasa ini sedikit berubah.
Makin banyak yang harus dilakukan, apalagi pas ada mas Ahnaf di rumah.
Sebenernya di siang hari saya punya kesempatan tidur, meski tak lama. Rasanya
pun lumayan segar. Tapi beranjak malam, apalagi setelah buka puasa, perut telah
terisi, cuaca sering hujan dan dingin. Suasananya sangat membelai mata untuk
segera terpejam. Apalagi saya tak ingin tidur larut, supaya bangun lebih awal.
Idris dan Ilyas punya kebiasaan membaca buku sebelum tidur.
Di hari-hari biasa rasa kantuk jarang menyerang. Masih bisa dikendalikan. Namun
selama puasa ini, amboii. Malam hari rasanya saya sudah tak kuat. Sehabis gosok
gigi mereka biasanya menenteng buku-buku yang mau dibaca. Melihatnya saja sudah
membuat mata saya makin ngantuk. Kalau mereka sudah minta dibacakan beberapa
buku, saya berusaha menawarnya.
“Bu, baca Winnie the pooh nya nanti tiga ya,” pinta Ilyas.
Tiga jarinya sambil disodorin ke saya.
“Satu aja ya, Ibu udah ngantuk nih, capek,” tawar saya.
“Ya sudah, dua aja ya Bu,” Ilyas balas menawar. Beeh, anak
ini sudah pintar menawar pula.
“Hmm, ya deeh,” saya menyahut sambil putus asa.
Akhirnya bisa ditebak, saya membaca seperti apa. Tak jelas
mana suara Pooh, Christopher Robin, Rabbit atau Piglet. Suara Piglet yang mungil
terdengar berat namun ringan seperti Pooh. Kadang suara Christopher Robin
terdengar mungil seperti Piglet, kadang
dua-duanya terdengat sama. Wis, pokoknya nggak jelas. Belum lagi suara saya
terhenti di tengah jalan. Saya tertidur. Tak lama tersadar oleh suara Ilyas, “Ibu,
ayo baca lagi..” Hah, saya terlonjak. Oke-oke, saya meneruskan cerita, masih
tak bisa menjiwai. Karena mata tak lagi kompromi.
Itu masih tak seberapa, seringnya sambil membaca itu pun
saya sempat bermimpi, dan apa yang tampak dalam mimpi itu yang saya bacakan
sambil cerita. Jadi nggak sinkron antara mata, mulut dan buku yang dipegang.
Paraah deh. Contohnya nih, saya lagi bacain ‘Taste & Smell’ nya Poldy. Baru
di halaman pertama saja sudah ngelantur nggak karu-karuan.
“Poldy dan burung-burung itu terbang melintasi pegunungan
bersalju. Udara yang dingin membuat mata Poldy berair dan perutnya terasa
lapar…”
Tiba-tiba saya melihat Poldy dan burung-burung itu makan
nasi liwet bareng-bareng sambil buka puasa dalam satu nampan. Memang siangnya
saya habis baca koran, di halaman pertama ada foto buka bersama acara nuzulul
quran. Dan, kata-kata meluncur kemudian dari mulut saya sambil terpejam adalah,
“ Alhamdulillah Poldy kenyang, sungguh nikmat..”
Tiba-tiba saya kaget sendiri mendengar saya berucap seperti
itu. Saya menoleh ke Idris Ilyas di
kanan kiri saya, mereka terbengong- bengong.
Saya lanjut bercerita, beberapa halaman kemudian, “Tiba-tiba
datang seekor Sigung. ‘Hai Poldy, maukah kau ikut denganku, aku mencium bau
yang enak, sepertinya ada makanan lezat…’” Entah kenapa kemudian saya
melanjutkan, “Dan Poldy membawa adonan putih telur itu..”
Idris dan Ilyas kembali terbengong-bengong. Karena yang
terlintas dalam pikiran saya, ketika itu saya membuat kue dan baru saja
memisahkan kuning telur dan putih telurnya.. Putih telur saya masukkan ke dalam
kulkas. Entah kenapa sampai dibawa Poldy yaa… Ha ha.. Halaah makin kacau aja..
Hampir tiba halaman terakhir, “Poldy mencium bau semerbak,
seperti sesuatu yang dipanggang. Ternyata tak jauh dari situ sekelompok anak sedang
berkemah..”
Saya kembali bermimpi, membuat ayam bakar, ikan bakar dll..
Padahal dalam cerita Poldy itu yang dibakar hanya jagung dan sosis..
“Mereka sedang membakar ayam, membakar ikan, membakar…
membakar… membakar… zzzzz…”
Idris dan Ilyas protes, “Ibu, membakar sosis Bu…” Saya kaget
lagi.. Namun sudah tak kuat melanjutkan cerita. Idris Ilyas tak protes lagi.
Rupanya mereka tak tega melihat ibunya terkulai tak berdaya.. Untung saya masih teringat satu hal, kami
tadi sudah berdoa.. Zzzz...
Graha Asri, 31 Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar